Thursday 30 August 2012

Kegunaan Pupuk Kandang


PUPUK ORGANIK
sumber : http://nasih.staff.ugm.ac.id/p/007%20p%20o.htm
Penggunaan pupuk di dunia terus meningkat sesuai dengan pertambahan luas areal pertanian, pertambahan penduduk, kenaikan tingkat intensifikasi serta makin beragamnya penggu­naan pupuk sebagai usaha peningkatan hasil pertanian. Para ahli lingkungan hidup khawatir dengan pemakaian pupuk mineral yang berasal dari pabrik ini akan menambah tingkat polusi tanah yang akhirnya berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia.Berdasarkan hal tersebut makin berkembang alasan untuk mengurangi penggunaan pupuk mineral dan agar pembuatan pabrik-pabrik pupuk di dunia dikurangi atau dihentikan sama sekali agar manusia bisa terhindar dari malapetaka polusi. Upaya pembudidayaan tanaman dengan pertanian organik merupakan usaha untuk dapat mendapatkan bahan makanan tanpa penggunaan pupuk anorganik. Dengan sitem ini diharapkan tanaman dapat hidup tanpa ada masukan dari luar sehingga dalam kehidupan tanaman terdapat suatu siklus hidup yang tertutup.
Banyak sifat baik pupuk organik terhadap kesuburan tanah antara lain ialah:
a.   Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepas­kan hara tanaman dengan  lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif kecil.
b.   Dapat memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar.
c.   Tanah lebih mudah diolah untuk tanah-tanah berat.
d.   Meningkatkan daya menahan air (water holding capaci­ty). Sehingga kamampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga.
e.   Permeabilitas tanah menjadi lebih baik. Menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar (pasiran), sebaliknya meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut (lempungan).
f.    Meningkatkan KPK (Kapasitas Pertukaran Kation ) se­hingga kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi, aki­batnya apabila dipupuk dengan dosis tinggi hara tanaman tidak mudah tercuci.
g.   Memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan ting­kat tinggi maupun tingkat rendah ) menjadi lebih baik karena ketersediaan makan lebih terjamin.
h.   Dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity) terhadap goncangan perubahan drastis sifat tanah.
i.     Mengandung mikrobia dalam jumlah cukup yang berperanan dalam proses dekomposisi bahan organik.
Sedangkan sifat yang kurang baik dari pupuk organik adalah:
a.   Bahan organik yang mempunyai C/N masih tinggi berarti masih mentah. Kompos yang belum matang (C/N tinggi) dianggap merugikan, karena bila diberikan langsung ke dalam tanah maka bahan organik diserang oleh mikrobia (bakteri maupun fungi) untuk memperoleh enersi. Sehingga populasi mikrobia yang tinggi memerlukan juga hara tanaman untuk tumbuhan dan kembang biak. Hara yang seharusnya digunakan oleh tanaman berubah digunakan oleh mikrobia. Dengan kata lain mikrobia bersaing dengan tanaman untuk memperebutkan hara yang ada.  Hara menjadi  tidak tersedia (unavailable) karena berubah dari senyawa anorganik menjadi senyawa organik jaringan mikrobia, hal ini disebutimmobilisasi hara. Terjadinya immobilisasi hara tanaman bahkan sering menimbulkan adanya gejala defisiensi.  Makin banyak bahan organik mentah diberikan ke dalam tanah makin tinggi populasi yang menyerangnya, makin banyak hara yang mengalami immobilisasi. Walaupun demikian nantinya bila mikrobia mati akan mengalami dekomposisi hara yang immobil tersebut berubah menjadi tersedia lagi. Jadi immobilasasi merupakan pengikatan hara tersedia menjadi tidak tersedia dalam jangka waktu relatif tidak terlalu lama
b.   Bahan organik yang berasal dari sampah kota atau limbah industri sering mengandung mikrobia patogen  dan logam berat yang berpengaruh buruk bagi tanaman, hewan dan manusia.
Pupuk kandang
Pupuk kandang merupakan pupuk yang penting di Indonesia. Selain jumlah ternak lebih tinggi sehingga volume bahan ini besar, secara kualitatif relatif lebih kaya hara dan mikrobia dibandingkan limbah perta­nian. Yang yang dimaksud pupuk kandang ialah campuran kotor­an hewan/ ternak dan urine.
Tabel Rata-rata hara dari berbagai pupuk kandang.
SapiAyamBebekDomba
Ukuran hewan ( kg)
500
5
100
100
Pupuk segar (ton/tahun)
11,86
10,95
0,046
0,73
Kadar air ( %)
85
72
82
77
Kandungan hara  (kg/ton ton)
Nitrogen (N)
10,0
25,0
10,0
28,0
Fosfor (P)
2,0
11,0
2,8
4,2
Kalium (K)
8,0
10,0
7,6
20,0
Kalsium (K)
5,0
36,0
11,4
11,7
Magnesium (Mg)
2,0
6,0
1,6
3,7
Sulfur (S)
1,5
3, 2
2,7
1,8
Ferrum (Fe)
0,1
2,3
0,6
0,3
Boron (B)
0,01
0,01
0,09
-
Cuprum (Cu)
0,01
0,01
0,04
-
Mangan (Mn)
0,03
-
-
-
Zinc (Zn)
0,04
0,01
0,12
-
Pupuk kandang dibagi menjadi dua macam: a) pupuk padat dan b) pupuk cair. Susunan hara pupuk kandang sangat bervariasi tergantung macamnya  dan jenis hewan ternaknya. Nilai pupuk kandang dipengaruhi oleh: 1) makanan hewan yang bersangkutan, 2) fungsi hewan tersebut sebagai pembantu pekerjaan atau dibutuhkan da­gingnya saja,  3) jenis atau macam hewan, dan 4) jumlah dan jenis bahan yang digunakan sebagai alas kandang.
DEPTAN DORONG PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK
sumber : http://bipnewsroom.info
Tasikmalaya, 21/7/2009 (Kominfo-Newsroom) – Departemen  Pertanian (Deptan)  menyatakan, ada  saat ini sekitar 60% atau 3 juta hektare (ha) dari sebesar  5 juta hetare lahan sawah irigasi yang tengah ‘sakit’, akibat  penggunaan pupuk anorganik (kimia) yang berlebihan.
“Salah satu cara untuk ‘mengobati’ lahan yang sakit itu, pemeirntah kini mendorong petani menggunakan pupuk organic,” kata .Dirjen Pengolahan Lahan dan Air (PLA) Deptan Hilman Manan saat meresmikan Rumah Kompos di Kelompok Tani Atikan, Kecamatan Sukaresik, Tasikmalaya, Senin (20/7).
Lahan  ‘sakit’ adalah lahan yang mengalami kekurangan bahan organik atau miskin bahan organik hingga kandungannya di bawah 2%. Idealnya kandungan bahan organik tanah tidak boleh kurang dari 5%.
Sementara ciri-ciri lahan yang ‘sakit’ antara lain, tanah menjadi keras dan sulit diolah, sangat masam, kemampuan mengikat air rendah, sehingga ketika musim kemarau mudah kering dan retak, cirri lain adalah respon terhadap pemupukkan rendah, sehingga pemupukkan yang dilakukan petani kurang efisien.
Dampak lebih lanjutnya dari ‘tanah yang sakit’ itu tanah menjadi kurang subur. Akibatnya, produktivitas tanaman padi mengalami pelandaian (stagnan). “Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka akan berpengaruh terhadap produksi padi nasional,” ujar Hilman.
Pada tahun ini BPS memperkirakan produksi padi nasional mencapai 62,56 juta ton Gabah Kering Giling (GKG). Jumlah ini ini meningkat 2,24 juta ton atau naik 3,71% dibandingkan produksi tahun 2008 yang mencapai 60,33 juta ton GKG.
Kenaikan produksi terjadi karena ada peningkatan luas panen seluas 341,56 ribu ha. BPS juga memprediksi akan ada peningkatan produktivitas 0,90% atau naik 0,44 kuintal/ha.
Mengenai banyaknya lahan pertanian yang ‘sakit’, menurt Hilman, karena banyak petani yang menggunakan pupuk berlebihan (over dosis) dari rekomendasi pemerintah. Misalnya, petani di sentra padi Jawa sebagian menggunakan pupuk urea hingga 600 kg/ha, padahal rekomendasi dari pemerintah hanya 150-250 kg/ha.
Penyebab lainnya adalah kebiasaan petani yang kurang baik. Selama ini sisa hasil panen padi, seperti sampah, seresah, dan jerami yang seharusnya dikembalikan ke dalam tanah sebagai pupuk organik justru dibakar, padahal pembakaran sisa hasil tanaman akan menyebabkan pencemaran CO2 di udara.
“Selain itu limbah kotoran ternak yang sebenarnya menyuburkan tanah tidak dimanfaatkan dengan baik,” kata Hilman.
Bahkan dia memprediksi, sudah sangat lama, mungkin hampir tiga dekade petani Indonesia melupakan penggunaan sisa tanaman dan kotoran ternak sebagai pupuk organik. Ini karena petani beranggapan pembuatannya merepotkan dan tidak praktis.
Sementara itu Kepala Dinas Pertanian Tanaman Kabupaten Tasikmalaya, Hendry Nugroho juga mengakui, penggunaan pupuk anorganik  secara terus menerus telah merusak tanah. Akibatnya telah terjadi perubahan tekstur tanah yang sebelumnya gembur menjadi makin lengket dan susah diolah.
“Kebiasaan petani yang lebih menekankan pada pemberian input usaha tani kimia sintetik telah menyebabkan rusaknya sumber daya tanah, air maupun udara. Pada akhirnya mengakibatkan produksi tanaman tidak mampu mencapai potensi yang maksimal,” tuturnya.
Untuk mengatasi lahan ‘sakit’, Hilman menegaskan, harus segera dilakukan rehabilitasi agar fungsinya sebagai media tumbuh tanaman dapat pulih kembali. Salah satunya pemerintah membuat program khusus yakni mengembangkan pupuk organik melalui pembangunan Rumah.
Pada tahun ini pemerintah melalui Departemen Pertanian telah merencanakan pembangunan Rumah Kompos sebanyak 110 unit (65 unit berasal dari dana Pemerintah Daerah dan 45 dana Pemerintah Pusat). Jumlah tersebut akan ditempatkan di 75 kabupaten/kota di 16 provinsi.
Pengembangan Rumah Kompos ini melalui pola pemberdayaan masyarakat. Dalam program ini tiga pihak baik pemerintah pusat, petani dan pemerintah daerah ikut berkontribusi. Pemerintah Pusat melalui Ditjen PLA Departemen Pertanian akan menyediakan anggaran rumah kompos dan pelatihan. Anggaran yang disediakan untuk satu unit rumah kompos sebesar Rp100 juta.
Kelompok tani sebagai penerima manfaat akan menyediakan lahan, serta biaya operasional rumah kompos, khususnya untuk bahan bakar dan upah operator. Sedangkan Pemda menyediakan biaya pembinaan dan monitoring.
Dilihat dari potensinya, pengembangan pupuk organik sangat besar. Bahan baku yang ada di Indonesia jumlahnya sangat berlimpah. Dengan produksi padi setiap tahunnya sekitar 60 juta ton gabah akan menghasilkan limbah jerami hingga 120 juta ton.
Potensi lainnya adalah dari limbah kotoran ternak ruminansia dan unggas, sampah pasar dan rumah tangga, hingga sisa tanaman lainnya. “Sebagian besar limbah-limbah itu belum dikelola dengan baik, sehingga sering menjadi beban masalah sosial, serta lingkungan dan memusingkan aparat pemda,”  tuturnya.
Henry menambahkan, untuk memperbaiki rusaknya lahan pertanian perlu adanya penaambahan bahan organik maupun kompos ke dalam tanah.  Sebab, kompos memiliki peranan sangat penting karena dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Karena itu untuk memperbaiki lahan pertanian yang rusak, salah satu yang kini diprogramkan Pemda Tasikmalaya adalah pengembangan pertanian SRI (System of Rice Intensification) organik. “Sejak 2002, Pemda Tasikmalaya secara konsisten mendukung pengembangan SRI Organik. Bahkan menjadi salah satu program unggulan,” ujarnya.
Bentuk dukungan Pemda adalah alokasi dana DAU (Dana Alokasi Umum) untuk memfasilitasi penerapan usaha tani organik. Setiap tahunnya tidak kurang seluas 250 ha. Sedangkan dari Pemerintah Pusat pada tahun 2008, Kabupaten Tasikmalaya mendapat bantuan sebanyak 40 paket pengembangan padi SRI organik. Jumlah itu dialokasikan di Kecamatan Mangunreja, Tanjungjaya dan Sukaraja yang berada dalam satu wilayah daerah irigasi Ciramajaya.
Luas areal tanam SRI organik di Tasikmalaya terus meningkat. Pada 2003 baru mencapai 44,75 ha yang tersebar di 11 kecamatan, pada 2008 meningkat hingga 5.073,51 ha yang tersebar di 39 kecamatan. “Tahun ini kita rencanakan sasaran areal tanam seluas 8 ribu ha dan sampai Juni sudah terealisasi 2.132,55 ha,” katanya.
Namun demikian Henry mengakui, untuk pengembangan SRI organik masih menghadapi kendala bahan baku pembuatan pupuk organik yakni keterbatasan kotoran hewan (kohe). Keterbatasan kotoran hewan itu sebenarnya bisa diatasi melalui pola integrasi usaha tani padi dengan ternak. “Pola ini menjadi alternatif terbaik dalam mendukung kurangnya kotoran hewan di tingkat kelompok,” ujar Henry. (T.Bhr/toe

Pemanfaatan Limbah Peternakan
untuk Kesuburan Tanah

sumber : http://www.tanindo.com
Limbah sebagai sisa-sisa produksi yang tidak terpakai keberadaannya saat ini masih menjadi biang permasalahan. Berbagai macam bentuk limbah yang dihasilkan baik berupa cair, padat, maupun gas belum ditangani secara baik sehingga limbah yang seharusnya didaur ulang telah menjadi sumber pencemaran. Limbah tidak hanya dihasilkan dari dunia industri saja melainkan juga dari sektor pertanian.
Pesatnya pembangunan pertanian dalam rangka pengembangan agribisnis dan agroindustri yang berkesinambungan ini telah mendorong pertumbuhan sektor pertanian tetap terjadi peningkatan. Begitu pula halnya yang terjadi pada subsektor peternakan, meskipun saat ini Indonesia tengah menghadapi krisis, peternakan Indonesia masih tetap eksis bahkan menunjukkan peningkatan.
Peningkatan produksi yang didorong untuk memenuhi permintaan dalam maupun luar negeri memang memberikan keuntungan dan sangat diharapkan. Namun disisi lain, peningkatan produksi ternak secara tidak langsung tersebut juga menimbulkan ekses (dampak) negatif. Diantaranya adalah limbah yang dihasilkan dari ternak itu sendiri. Disadari atau tidak, limbah peternakan ini selain mengganggu lingkungan sekitar, juga dapat menimbulkan bibit penyakit bagi manusia.
Saat ini masyarakat masih kurang menyadari akan pentingnya upaya pengelolaan limbah peternakan yang dihasilkan sehingga terkesan tidak mau tahu. Kalaupun ada pihak yang berupaya menanganinya akan menjadi kurang efektif karena tidak mendapat dukungan dari pihak lain. Melihat kenyataan seperti itu timbullah suatu pertanyaan, bagaimana caranya mengelola limbah ternak agar selain tidak merusak lingkungan juga dapat memberikan keuntungan bagi sektor lain .     Limbah peternakan yang dihasilkan ada yang berupa kotoran (pupuk kandang) ada pula yang berupa sisa-sisa makanan. Setiap usaha peternakan baik itu berupa sapi, ayam, kambing, kuda, maupun babi akan menghasilkan kotoran. Namun jangan salah, kotoran yang dihasilkan ternak tersebut ternyata memiliki kandungan unsur hara yang tinggi sehingga tidak salah bila para petani menggunakannya sebagai pupuk dasar.
Kotoran yang dihasilkan ternak itu ada dua macam yaitu pupuk kandang segar dan pupuk kandang yang telah membusuk. Pupuk kandang segar merupakan kotoran yang dikeluarkan hewan ternak sebagai sisa proses makanan yang disertai urine dan sisa-sisa makanan lainnya. Sedangkan pupuk kandang yang telah membusuk adalah pupuk kandang yang telah disimpan lama sehingga telah mengalami proses pembusukan atau penguraian oleh jasad renik (mikroorganisme) yang ada dalam permukaan tanah.
Faedah
Seperti yang telah disinggung diatas, kotoran hewan memiliki kandungan unsur hara yang cukup tinggi dan sangat lengkap. Dengan keunggulan tersebut maka manfaat dari penggunaan kotoran hewan ini antara lain :
1. Menambah zat atau unsur hara dalam tanah. Tanah yang miskin atau pun kurang subur memeiliki kandungan unsur hara yang kurang mencukupi bagi pertumbuhan, sehingga pemberian pupuk terutama pupuk yang bersifat organik secara langsung akan mampu menambah unsur hara yang kurang memadai tersebut serta memberikan tambahan unsur hara baru yang belum ada.
2. Mempertinggi kandungan humus di dalam tanah. Humus sebagai hasil substansi yang berasal dari bahan organik seperti protein, lemak dan sisa-sisa tanaman yang telah mengalami proses penguraian sangat penting artinya bagi tanaman. Hal ini disebabkan humus bersifat koloid (bermuatan negatif) yang dapat meningkatkan absorpsi (penyerapan) dan pertukaran kation serta mencegah terlepasnya ion-ion penting. Selain itu humus juga berfungsi sebagai reservoar (pergantian) mineral untuk pengambilan oleh tumbuhan. Adanya pupuk kandang yang hampir sebagian besar berupa bahan organik akan dapat menambah kandungan humus yang ada. Semakin banyak humus terdapat pada tanah, maka tanah relatif semakin subur.
3. Mampu memperbaiki struktur tanah. Pada ABDI TANI edisi lalu telah disinggung bahwa struktur tanah yang baik ditunjang oleh keberadaan mikroorganisme organik yang cukup. Tanah yang strukturnya sudah rusak hampir tidak memiliki lagi mikroorganisme yang menunjang kesuburan tanah. Dengan memberikan pupuk kandang maka akan mengaktifkan kembali mikroorganisme yang ada melalui proses biologis dan kimia.
Peternakan ayam yang diusahakan dalam skala menengah maupun besar menghasilkan efek berupa limbah kotoran yang selain mencemari lingkungan juga menyebarkan bibit penyakit.
4. Mendorong atau memacu aktivitas kehidupan jasad renik di dalam tanah. Terkait dengan manfaat sebelumnya, pemberian pupuk kandang ini secara langsung akan menambah bahan organik yang ada. Ada ataupun tidaknya suatu jasad renik didalam, pemberian pukan ini justru akan mendorong atau memacu kehidupan jasad renik, yang pada akhirnya melalui proses penguraian akan menghasilkan tanah yang subur dan kaya akan bahan organik.
Kandungan Unsur Hara Tinggi dan lengkap
Pupuk kandang sebagai limbah ternak banyak mengandung unsur hara makro seperti Nitrogen (N), Fospat (P2O5), Kalium (K2O) dan Air (H2O). Meskipun jumlahnya tidak banyak, dalam limbah ini juga terkandung unsur hara mikro diantaranya Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Tembaga (Cu), Mangan (Mn), dan Boron (Bo). Banyaknya kandungan unsur makro pada pupuk kandang membuat penggunaannya hanya dilakukan pada saat pemupukan dasar saja. Hal ini erat kaitannya dengan jumlah unsur makro yang dibutuhkan tanaman yang tidak boleh melebihi rasio C/N =12. Sehingga pupuk kandang yang memiliki rasio C/N tinggi yaitu + 25 kurang baik bila digunakan untuk menyuburkan tanaman secara langsung.
Berdasarkan jenis hewannya, pupuk kandang terbagi kedalam lima macam yaitu limbah kambing, limbah sapi, limbah ayam, limbah babi dan limbah kuda. Masing-masing limbah tersebut memiliki karakteristik dan kandungan unsur hara yang berbeda (Tabel 1). Pada limbah sapi misalnya kandungan unsur haranya berbeda antara limbah cair maupun yang padat. Pada limbah sapi yang cair memiliki kandungan P lebih banyak dibandingkan yang padat. Dan sebaliknya kandungan K pada limbah sapi padat lebih banyak dibandingkan yang cair. Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa limbah (kotoran ayam) memiliki kandungan N dan P paling besar diantara limbah ternak lainnya. Sedangkan kandungan K paling besar terdapat pada limbah domba cair yaitu sebesar 2.1 %. Suatu limbah dapat digolongkan ke dalam pupuk panas bila memiliki kandungan air yang rendah. Kandungan yang rendah tersebut berimplikasi pada proses perubahan jasad renik secara aktif menjadi lebih cepat, sehingga waktu yang diperlukan jasad renik untuk dekomposisi (penguraian) pupuk ini lebih cepat.
Aplikasi
Hampir semua cara kerja limbah ternak ini berjalan cukup lambat dan membutuhkan waktu lama karena berkaitan dengan perubahan dekomposisi atau penguraian oleh jasad-jasad sebelum siap digunakan oleh tanaman. Pemberian pupuk kandang yang berbentuk cair dengan padat berbeda. Untuk pupuk padat yang dingin misalnya dapat diaplikasikan pada tanah maupun tanaman sekitar 3 – 4 minggu setelah masa pembuatan. Sedangkan pupuk padat yang panas dapat digunakan lebih cepat yaitu sekitar 1 – 2 minggu dari masa pembuatannya. Khusus limbah ternak cair berupa urine juga dapat dimanfaatkan sebagai perangsang perkembangan tanaman karena mengandung hormon. Limbah ini sebaiknya diberikan menjelang waktu tanam dengan mengencerkannya terlebih dahulu.
Penyimpanan limbah yang baik mutlak diperlukan agar gas amoniak yang terkandung tidak banyak mengalami penguapan. Untuk mencegah penguapan tersebut maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu (1) menumpuk sedemikian rupa supaya rongga udara semakin kecil, (2) mengatur penempatan pupuk kandang dengan memperkecil ruang bagi gas amoniak untuk menguap di udara, (3) membasahi tumpukan pupuk kandang dengan air sampai lembab dan (4) mengusahakan agar tempat penyimpanan pupuk yang bentuk padat terpisah dengan pupuk cair.
(Ir. Agung S.Wibowo, MS., penulis adalah pemerhati pertanian berdomisili di Surabaya)

No comments:

Post a Comment